Nine things you shouldn’t do when you’re writing your thesis

8 Nov

Mahasiswa yang lagi pada nulis skripsi pasti pernah (sering atau bahkan selalu?) bete ama dosen pembimbingnya. Jangan khawatir, perasaan itu biasanya berbalas, heheheh..

Berikut beberapa saran saya jika kamu mau dosen pembimbing nggak bete ama kamu. Dari pengalaman saya membimbing skripsi sejak tahun 2009, berikut beberapa hal yang menurut saya JANGAN dilakukan. I repeat: JANGAN dilakukan, kecuali kamu mau dosenmu bete juga ama kamu:

1. Jangan datang dengan kertas kosong, tangan kosong, apalagi otak kosong.

Do your homework guys. Datang ke perpus, baca-baca judul skripsi orang, lihat metode mereka, lihat buku-buku yang mereka pakai. Lebih baik anda datang membawa dua atau tiga topik dan kebingungan menentukan yang mana dari pada:

“Mbak, saya mau bikin skripsi tentang Twitter, tapi apa ya mbak?”

“Twitter? Tepatnya apa ya topiknya?”

“Nah, itu dia mbak, apa ya yang bagus?”

Yailah cyin… Yang kayak gini mah udah lewat di mata kuliah metodologi, ngapain lagi masih ditanyain pas nulis skripsi.

2. “Saya nggak ketemu bukunya.”

Kalau kamu berkata ke dosen kalimat ini, please… PLEASE pastikan kamu sudah mencarinya di semua tempat yang kamu bisa dan tidak ketemu. Oh iya, semua tempat itu bukan hanya perpustakaan kampus lho ya.. Pernyataan ini se-level ama pernyataan: “Saya nggak ketemu teorinya.” Ingat ya: Kamu menulis skripsi, bukan disertasi, jadi judul/topik yang sudah di-approve sama dosen itu biasanya juga sudah diukur sama dosen apakah sudah sesuai dengan kapasitas kamu sebagai mahasiswa S1.

 

3. Jangan pernah bimbingan jika anda belum selesai merevisi sesuai yang diminta dosen.

Jika kamu minta janjian, itu artinya dosen sudah menyediakan slot waktu untukmu. Artinya, ada hal-hal yang lebih penting yang ditunda hanya untuk membimbing kamu. Dan… ketika kamu muncul..

“Mbak saya mau bimbingan.”

“Okey, apa yang masih bingung?”

“Saya bingung mau nambahin apa mbak.”

“Okay, yang minggu kemarin saya minta sudah sampai mana?”

“Nah, itu dia mbak, saya bingung mau nambahin apa. Saya masih nggak ngerti.”

OMG!! Ini kisah nyata dan saya bener-bener bete. Kalau emang nggak jelas, kenapa nggak nanya dari minggu lalu cobaaaaaa…

Kasus yang lain adalah, meminta masukan dari dosen atas revisi kamu. Lalu, saat janjian bimbingan tiba, dosen sudah menyerahkan draft kamu yang dicoret-coret, lalu kamu bilang: Eh udah dibaca ya mbak? Sebenernya yang itu belum selesai sih mbak, ini yang udah saya tambahin lagi

Hiiiiiiiiiiiiiii… Bawaannya pengen jitak. Trus gue harus baca lagi gitu gara-gara lo ngumpulin yang belum selesai? Gengges.

 

4. Jangan copy paste.

Ini sama aja bunuh diri. Ada bom waktu yang setiap saat bisa meledak jika satu orang saja dari penguji mendapati bahwa ada plagiarism dalam penelitian kamu.

 

5. Jangan nanya basic question.

Basic question ini misalnya kalau anak komunikasi nanya: mbak saya judul tentag wasweswos. Model komunikasi apa ya mbak yang cocok? Cyin…. Dibaca dong bukunya cyin…

Satu level yang lebih parah dari ini adalah bertanya basic question ke dosen lain yang bukan pembimbing anda.

Pada suatu siang di ruang prodi:

*Mahasiswa masuk clangakclinguk* (Kebetulan cubicle saya paling dekat dengan pintu)

“Mbak, ada bu Anu gak ya?”

“Nggak ada, lagi ngajar.”

“Oh gitu. Lagi sibuk nggak mbak?” (Alarm mulai menyala).

“Iya, lagi ngetik.”

“Mbak sebentar aja sih mbak aku mau nanya, kl judul skripsi aku wasweswos, kira-kira pake model komunikasi apa ya?” (Atau: “Pakai teori apa ya?”)

Zzzzzzzzzzzzz……

Bagi saya mahasiswa jenis ini hanya ada dua: Menggangu dan Menggangu banget. Kalau saya kenal dengan dia, biasanya saya akan menjawab singkat: Baca buku Mulyana (Yes! Prof Deddy the legend), banyak model komunikasi di sana. Kalau saya nggak kenal, saya hanya akan jawab: saya lagi ngetik, kamu baca buku aja. Hehehehe.

 

6. Baca email saya.

Mengingat kondisi dosen dan mahasiswa yang biasanya susah cari waktu untuk tatap muka, kadang saya bimbingan via email. Dan, mohon diingat untuk memberikan email yang memang sering kamu buka. Jangan udah dua minggu setelahnya kamu mengirim sms:

“Mbak kapan kita bimbingan? Please mbak kasih kabar.”

Sms balasan: Email kamu sudah langsung saya balas kemarin. Sudah dicek?

“Oh iya, mbak. Hehehe.. Nanti saya lihat ya mbak, nanti kl udah saya revisi lagi saya email lagi ya..”

Auk ah serah elo. Males gua jadinya.

 

7. Nggak janjian atau nyelak saat bimbingan

Ada dosen-dosen tertentu yang sangat baik hati dan bersedia melayani Anda selama dia lowong. Jujur aja ya, dua tahun pertama jadi dosen saya juga seperti ini. Hasilnya? Pekerjaan sendiri terbengkalai karena selalu disela sama bimbingan-kapan-saja ini. Meski saya sudah mulai agak ketat dan mengabaikan mereka yang tidak janjian, seringkali saya luluh juga kalau sudah pakai alasan:

“Maaf mbak, saya baru bisa ijin dari kantor.”

“Maaf mbak, anak saya susah ditinggal, lagi nggak ada pembantu.”

“Maaf mbak, saya kuliah tinggal satu hari ini aja, jadi cuma bisa hari ini.”

“Maaf mbak saya lupa.” Nah! Kalau yang ini sih definitely NO! Sorry, kembali lagi lain waktu.

Selain nggak janjian, ada juga yang demennya nyelak. Misal, saya suruh datang jam 13, dia datang lebih awal atau lebih siang dan minta diprioritaskan dengan alasan:

“Mbak, nanya satu doang.” (Iyeh, tapi biasanya berkembang-biak)

“Mbak, saya ada kelas sekarang, bentar aja mbak.”

“Nggak papa mbak, si Dul ini gak papa saya selak. Ya kan, Dul?” (dimana si Dul biasanya adek kelas dia yang jauh banget di bawah dia, jadi pasrah aja ama kelakuan si senior drpd panjang urusannya)

 

8. Maksa

Nah! Ini dia kategori yang paling bikin bete. Maksa dikasih tau buku, dikasi tau teori, ataupun maksa di-approve. Yang paling nyebelin adalah yang maksa di-approve karena deadline. Saya sendiri sukanya ngasih efek jera aja.

Sekali dibilangin: ”Belum bisa, Cuy. Ini masih belum selesai lo nulis hasilnya.”

“Nggak papa mbak, nanti aja revisi di sidang.”

Dua kali dibilangin: “Iya, tapi ini masih banyak  banget yang belum. Kamu pasti abis sama penguji.”

“Nggak papa mbak, saya tanggung risikonya.”

Okelah, silakan tanggung risikonya. Dan… As always, kalau anda tidak lolos dalam approval pembimbing sendiri yang sungguh sangat sayang kepada anda, bagaimana mungkin para penguji itu mau meloloskan anda.

 

9. Bokis

Duh… Kalau mahasiswa ini, biasanya mereka yang udah kerja atau mahasiswa yang sibuk eksis di luaran. Kerjaannya bokisssss aja.

Bimbingan pertama kali: Mbak, mohon dibantu ya mbak..

Sebulan kemudian, biasanya saya sms karena saya “kangen”. “Cyin, kapan bimbingan?”

Dua bulan kemudian, biasanya saya mention di twitter, “Cyin, kapan ke kampus?”

Enam bulan kemudian, saya sms. “Cyin, mau lulus kapan?”

Setahun kemudian. “Cyin kamu pembimbingnya saya ganti ya..”

Dibales: “Mbak jangan dong mbak please mbak. Saya udah seneng dapet pembimbing mbak Ika. Maaf mbak saya belum sempat bimbingan lagi, papa saya masuk rumah sakit, kakak saya nikah, ibu saya mau dibantuin bisnisnya, adik saya sunatan.” dan… segudang alasan lainnya.. Tapi tetap nggak muncul batang hidungnya tuh anak. Dasar bokis.

 

Nah! Bersyukurlah jika kamu tidak termasuk ke dalam salah satu atau salah dua di antaranya. Itu artinya anda adalah mahasiswa yang budiman. Jika kamu sudah terlanjur masuk ke dalam salah satu golongan di antaranya, maka segeralah bertobat. Sesungguhnya pembimbing itu maha pemaaf.

 

Ps: Pada suatu waktu, saya juga pernah jadi mahasiswa. Dan tentu saja saya pernah melakukan salah dua hal di atas. Ada deh.. Kasih tau nggak ya? *wink*

Oh iya, seluruh kasus dalam tulisan ini adalah kisah nyata.

 

Leave a comment